Dalam proses perbanyakan
benih tanaman buah bersertifikat kita mengenal kegiatan sertifikasi, yaitu
proses pemberian sertifikat benih tanaman buah setelah melalui pemeriksaan,
pengujian dan pengawasan, serta memenuhi semua persyaratan benih untuk
diedarkan. Tujuan dari kegiatan sertifikasi adalah untuk menjamin kemurnian dan
kebenaran varietas dari benih tanaman
buah yang dihasilkan, dan menjamin ketersediaan benih bermutu dari varietas
unggul secara berkesinambungan.
Pelaksanaan kegiatan
sertifikasi dilakukan oleh institusi pemerintah di daerah yaitu Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) atau institusi perorangan atau badan
hukum yang telah memperoleh ijin dari institusi terkait seperti Lembaga
Sertifikasi Sistem MUTU (LSSM) yang sudah mendapat akreditasi dari Badan
Standarisasi Nasional (BSN) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan sertifikasi
dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1). Pemeriksaan lapangan, bertujuan untuk mengetahui
kebenaran sumber benih, dan benih sumber
atau pohon induk, ada atau tidak terjadinya persilangan liar, dan untuk mengetahui
tercampurnya pertanaman dengan tanaman varietas lain atau pertanaman blok lain.
Pemeriksaan lapangan untuk
perbanyakan benih dengan biji dilakukan terhadap morphologi tanaman, sedangkan untuk perbanyakan
benih dengan cara vegetatif dilakukan terhadap kebenaran dan atau kesehatan
pohon induk/materi induknya pada tahapan pertumbuhan tertentu.
Tahapan pemeriksaan
lapangan secara vegetatif dapat dilakukan
sebagai berikut :
o
Bahan mata tempel, bahan sambung , atau stek,
pemeriksaan lapangan dilakukan minimal satu kali sebelum pengambilan mata tempel, bahan sambung , atau stek.
o
Perbanyakan benih secara okulasi/grafting dan
cangkok, dilakukan sebanyak empat kali,
yaitu pemeriksaan lapangan pendahuluan, pemeriksaan lapangan I, pemeriksaan
lapangan II, dan pemeriksaan lapangan III.
o
Pemeriksaan lapangan pendahuluan dilakukan sebelum
seedling/cangkok ditanam.
o
Pemeriksaan lapangan I dilakukan saat
okulasi/grafting atau cangkok dilakukan di lapangan.
o
Pemeriksaan lapangan II dilakukan tiga bulan
setelah okulasi/grafting atau cangkok dilaksanakan.
o
Pemeriksaan lapangan III dilakukan tujuh hari
sebelum benih disalurkan , baik perbanyakan dengan cara okulasi/grafting maupun
cangkok.
2). Pengujian Laboratorium, dilakukan untuk mengetahui
mutu benih bina yang meliputi mutu genetis, mutu fisiologis, mutu fisik dan
kesehatan benih bina sepanjang mutu genetis tersebut dapat diuji di
laboratorium. Sebelum diadakan pengujian di laboratorium, calon benih diproses
terlebih dahulu dengan cara dikeringkan, pembersihan kotoran, dikemas dan
disusun rapi dalam kelompok lot benih, dan selanjutnya produsen benih
mengajukan permohonan untuk proses pengambilan contoh benih.
3). Pemasangan Label, dilakukan setelah calon benih telah lulus
atau memenuhi standar sertifikasi
untuk kelas benih tertentu, selanjutnya
produsen/pemohon dapat mengajukan permintaan untuk pemasangan label setelah benih dikemas atau benih siap
disalurkan.
4). Pengajuan Permohonan Sertifikasi
Pengajuan permohonan sertifikasi dilakukan 10 hari sebelum tanam, dengan dilampiri :
o
Keterangan sertifikasi dalam bentuk mata tempel,
bahan sambung, atau stek, meliputi hasil kelayakan pohon induk, peta/denah
lokasi mata tempel, bahan sambung atau stek.
o
Keterangan sertifikasi benih dalam bentuk
okulasi/grafting atau cangkok, meliputi bukti asal usul benih sumber batang
bawah, peta/denah lokasi areal
penangkaran, dan rencana batang atas yang akan digunakan.
5). Setiap pelaksanaan kegiatan mulai dari
pemeriksaan lapngan I, II, dan III,
produsen/pemohon terlebih dahulu melakukan kegiatan seleksi pertanaman calon benih dan selanjutnya mengajukan
permintaan untuk pemeriksaan lapangan
disertai dengan bukti hasil pemeriksaan
lapangan pendahuluan.
Pada waktu pelaksanaan perbanyakan, petugas/pengawas di BPSB akan
mengawasi tentang:
1. kebenaran pohon induk yang digunakan.
2. Kebenaran entres yang digunakan.
3. Mengetahui jumlah tanaman yang
diperbanyak.
4. Memeriksa cara perbanyakannya (okulasi, sambung,
cangkok, penyusuan).
Pada
akhir pemeriksaan menjelang pelabelan, dilakukan pemeriksaan lagi tentangjumlah
bibit yang tumbuh dengan baik dan layak untuk diberi label. Setelah itu penangkar mengajukan permohonan seri label. Label diisi dan diajukan ke BPSB untuk diberi nomer seri dan dilegalisir.
Misalnya, di dalam label yang warnanya merah (lampiran
gambar 1) dimuat data : nama dan alamat penanngkar, asal
bibit, jenis tanaman, varietas batang bawah, varietas batang atas, serta tanggal
pemasangan label.
Besarnya biaya
sertifikasi telah ditentukan sesuai SK Direktur Jenderal Tanaman Pangan.
Sebagai contoh, untuk perbanyakan jenis tanaman buah-buahan di wilayah Jawa
Barat dan Jakarta, terutama varietas buah-buahan yang
sudah dilepas oleh Menteri Pertanian,
biayanya adalah Rp 20 per bibit batang bawah yang diajukan
dalam pemeriksaan lapang. Penerimaan hasil pemeriksaan bibit yang diperoleh
BPSB ini merupakan pendapatan negara yang harus disetor langsung ke kas negara.
Untuk pembuatan dan pencetakan label merah muda biayanya
antara Rp 200 tergantung negoisasi dengan petugas BPSB tentang mutu kertas dancetakan label tersebut, sedangkan untuk label putih biayanya Rp 600,-
karena mutukertasnya lebih baik. Khusus untuk bibit jeruk bebas CVPD, label
hanya berlaku untuk jangka waktu tiga bulan, setelah itu bibit harus
diperiksa ulang tentang kesehatannya. Bibit yang dinyatakan sehat baru bisa
diberi label lagi dengan biaya Rp 20 per bibit.
Selain label
merah muda yang sudah sering kita lihat di lapang untuk bibit unggul yang sudah
dilepas melalui SK Menteri Pertanian, sebenarnya ada label biru untuk varietas unggul lokal yang belum
dilepas melalui SK Menteri dan yang terakhir adalah label putih yang
dikhususkan untuk bibit unggul yang sudah dilepas melalui SK Menteri Pertanian
dan bibit tersebut ditanam dengan tujuan dijadikan pohon induk sebagai sumber
mata entres. Khusus label putih
pemeriksaan lebih teliti menyangkut jenis varietas batang atas harus berasal
dari pohon induk yang sudah terdaftar dan varietas batang bawah dan dikeluarkan
dengan sepengetahuan BBI (Balai Benih Induk), sedangkan batang bawah untuk
label merah varietasnya bisa "sapuan" asalan. Sebagai tindak lanjut
dari pemberian labelbagi bibit unggul perlu disertakan informasi atau data
mengenai daerah penanaman yang cocok untuk bibit tertentu. Keterangan mengenai
varietas tertentu apakah cocok ditanam di dataran rendah atau di dataran tinggi
dan jenis tanah apa yuang paling cocok perlu diketahui oleh para petani dan
konsumen yang ingin menanam bibit unggul tersebut.
Pada dasarnya
bibit unggul memerlukan lingkungan tumbuh yang spesifik, agar buah yang dihasilkannya
benar-benar unggul.Misalnya durian petruk yang asli berasal dari Jepara, Jawa Tengah,
kurang memuaskan jika ditanam di daerah Bogor, Jawa Barat. Hal ini disebabkan karena
daerah Jepara, Jawa Tengah memiliki kondisi iklim yang berbeda dengan daerah Bogor, Jawa Barat. Jepara, Jawa
Tengah mempunyai ketinggian sekitar 50 m di atas permukaan laut dengan iklim yang kering (curah hujan rendah). Sedangkan
kondisi tanahdan iklim daerah Bogor adalah lembab dan banyak hujan, sehingga
tidak menunjang sifat unggul durian petruk. Bibit yang seharusnya berbuah pada
umur lima tahun, baru berbuah pada umur tujuh tahun setelah tanam. Informasi
seperti ini harus diketahui para penanam bibit unggul buah-buahan agar mereka
tidak kecewa di kemudian hari.
Selama ini
masih beredar kepercayaan bahwa bibit unggul itu akan selalu bersifat unggul walaupun
ditanam di tempat yang sebenarnya tidak cocok. Bahkan ada anggapan bahwa bibit
unggul tidak memerlukan pemupukan dan penyemprotan pestisida, sehingga
cukupditanam, ditinggalkan, kemudian akan berbuah sendiri dengan lebat. Harapan
seperti ini tentunya hanya merupakan angan-angan dan pasti akan berakhir dengan
kekecewaan. Bila terjadi hal demikian, maka yang dikambinghitamkan biasanya
adalah si penjual, bahwa bibit yang dijual palsu. Padahal pengetahuan dasar si
penanam inilah yang tidak memadai untuk menanam bibit-bibit jenis unggul
tadi. Oleh karena itu perlu diingatkan kembali bahwa kemajuan berupa penemuan
bibit unggul varietas baru, perlu diimbangi dengan kemajuan pengetahuan petani
mengenai cara-cara bercocok tanam yang lebih baik. Peningkatan pengetahuan
dapat diperoleh dengan membaca tulisan atau artikel padamajalah pertanian, mengikuti kursus dan seminar atau menjadi anggota dari suatuperkumpulan hortikultura. Dengan mengadakan pertemuan yang teratur
dapat dibahasmasalah baru yang ditemukan di lapangan dan dicarikan jalan
keluarnya. Pengalaman-pengalaman berharga dari sesama rekan petani,dapat
dijadikan modal yang sangat berhargauntuk terus maju dalam mengembangkan usaha
hortikultura yang semakin cerah.
Pelaksanaan
sertifikasi keamanan pangan, bermula adanya trend pasar dunia sejak akhir
tahun 1990 atau awal tahun 2000 an, yang diprakarsai oleh pembeli sayuran
partai besar, supplier dan pengusaha super market bahwa budidaya dilakukan
dengan norma budidaya yang baik atau GOOD AGRICULTURE PRACTICES (GAP) yaitu:
aman konsumsi, dapat dilacak asal usulnya, proses budidaya ramah lingkungan,
dan mempertahankan kesejahteraan para pekerjanya.
Proses
sertifikasi diawali dengan kegiatan Registrasi Lahan untuk komoditas sayuran
dan Kebun untuk buah-buahan, memiliki sistem jaminan mutu yang
terdokumentasikan dan mendaftarkan untuk proses sertifikasi kepada lembaga
OKKPD (Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah. OKKPD berwenang dalam
mengeluarkan sertifikat Prima 3 dan Prima 2, sedangkan Prima 1 dikeluarkan oleh
OKKP (Pusat).
Jenis-Jenis
Sertifikat Keamanan Pangan, yaitu :
1.
Produk AMAN DIKONSUMSI (PRIMA-3)
- Maksimum residu level pestisida
(BMR) diatur Codex, harmonisasi tingkat ASEAN, SKB Mentan &
Menkes
- Bebas dari cemaran:
- Kimia: bahan kimia berbahaya (pengawet,
dsb), bau asing, rasa asing
- Fisik: tanah, kotoran, gunting,
kelembaban abnormal
- Biologi: hama, daun/bagian
tanaman yang tidak dikehendaki, dsb
- Bebas dari kandungan zat
berbahaya:
- Logam berat
- Racun/bahan kimia
berbahaya
2. Produk
AMAN KONSUMSI DAN BERMUTU BAIK (PRIMA 2)
a. Tampilan
produk
- Utuh
- Segar
- Bersih
- Seragam
- Tidak cacat
- Kematangan cukup umur
- Bebas dari hama & penyakit
- Kelas : (Kelas 1, Kelas 2,
Kelas 3)
b. Ukuran
sesuai dengan permintaan & bisa diperdagangkan
c. Kemasan
& Label
3. Produk
AMAN KONSUMSI, BERMUTU BAIK dan RAMAH LINGKUNGAN (PRIMA 1)
a.
Diproduksi dengan cara yang tidak menurunkan kualitas lingkungan:
- Erosi
- Pencemaran tanah & air
- Penurunan kualitas lingkungan
lain
b. Tanggung
jawab sosial:
- Kesejahteraan pekerja
- Kesehatan pekerja
c.
Traceability:
- Cara memproduksi harus dapat
dirunut, transparan, tidak ada yang disembunyikan
- Catatan k